Gerimis Tipis di Pantai Drini
Gerimis Tipis di Pantai Drini
Oleh: Silvia Destriani
“Bun, besok jadi ya ke pantai. Nada mau bawa mainan buat bikin istana-istanaan.” Begitulah Si Sulung, selalu ‘excited’ jika akan bepergian ke pantai.
Pantai memang tempat favorit kami sekeluarga. Seakan lepas segala penat saat menginjakkan kaki di daratan berpasir itu. Tapi, sejak malam mendung nampak tak mau beranjak dari singgasananya.
“Kita lihat besok ya, Nak. Mudah-mudahan gak hujan.” Seketika wajah ceria itu menekuk, kecewa.
Lepas subuh, langit yang semalam hanya digelayuti mendung, malah mulai menitikkan bulir-bulirnya. Terbersit ragu di hati, jadi atau tidak.
“Nada gak mau ke mol, Bun. Ke pantai aja ….” Bibir mungilnya mulai mecucu tanda kekecewaan.
Gadis kecil itu menolak tawaranku untuk mengganti liburannya ke arena bermain di mol saja. Bujukan ayahnya pun ditepisnya mentah-mentah. Ternyata pesona pantai telah membuatnya jatuh hati.
Dengan berharap hujan akan berhenti saat sampai di pantai nanti, kami pun tetap pergi. Karena masih pagi sekali, sekitar jam 06.00 kami berangkat dari rumah, makanya jalanan masih sangat lengang.
Pantai yang akan kami tuju waktu itu adalah salah satu pantai berpasir putih di kawasan Gunung Kidul Jogja, yakni Pantai Drini.
Untuk mencapai Pantai Drini, jarak yang harus ditempuh sekitar 76 km, dan memakan waktu sekitar dua jam. Dalam rintik hujan yang masih awet, Si Ayah harus mengendalikan roda empat dengan sangat hati-hati, karena selain medan yang menanjak dan berliku-liku, kondisi jalanan yang licin juga menjadi pertimbangan untuk mata tetap awas.
Sepanjang perjalanan, bocah-bocah selalu ceria seperti biasa. Mereka menoleh kiri dan kanan jalan melihat pemandangan alam yang menakjubkan. Sekali-sekali suara mereka riuh saat mobil mulai melewati jalanan menurun.
“Perosotaaaaaaan ….” teriak bocah-bocah kegirangan.
Memasuki kawasan pantai, kendaraan kami melewati pos penjagaan. Pos ini menaungi beberapa pantai lainnya. Jadi, setelah memasuki pos penjagaan tersebut kami bebas memilih untuk masuk ke pantai mana saja. Karena di Gunung Kidul ini pantai-pantainya berjejer membentuk garis lurus. Petugas memberikan tiket masuk perorang hanya seharga Rp 4000. Luar biasa murah.
Sebelum memasuki area parkir Pantai Drini, kami melewati kawasan pelelangan ikan. Waktu itu masih sepi, karena selain hujan juga masih pagi sekali. Bila matahari mulai merangkak naik, pasti pasar ikan itu akan ramai oleh para nelayan yang menjual hasil tangkapannya dan para pembeli yang melakukan tawar-menawar.
Masih gerimis, mobil kami memasuki area parkir Pantai Drini. Aroma pantai mulai tercium. Sejauh mata memandang, terhampar pasir putih, gugusan batu karang berdiri kokoh, bukit karang yang menjulang dihiasi anak-anak tangga untuk menaikinya, deburan ombak yang landai menyentuh pantai, gubuk-gubuk gazebo beratap jerami di pinggiran pantai. Semua pesonanya seakan menggoda dan merayu jiwa-jiwa yang haus akan ketenangan.
Anak-anak mulai berlari meninggalkan gazebo setelah berganti kostum. Gerimis tipis di Pantai Drini tidak lagi mengkhawatirkan buatku. Anggaplah gerimis itu pelengkap kegembiraan mereka dalam bermain, tak beda denganku saat masih kecil dulu yang bebas bermain di bawah guyuran hujan.
Suasana pagi di Pantai Drini yang masih asri, seperti perawan polos yang belum terkontaminasi. Anak-anak bebas bermain, berguling-guling di antara pasir putih dan deburan ombak pagi yang masih jinak dengan dinaungi benteng-benteng kokoh batu karang.
Jika perut terasa lapar, tak perlu cemas. Banyak pedagang makanan dan minuman yang ramah menawarkan berbagai menu kuliner di pondok-pondok pinggir pantai.
Meninggalkan anak-anak yang asyik bermain ditemani nenek dan kakeknya, aku dan Si Dia menaiki anak tangga Bukit Drini. Bergandengan tangan mengulang romansa saat masih berdua, ditemani rimbunnya pepohonan berdaun tebal berduri di sisi kanan dan bunga-bunga beraneka warna yang sedang mekar. Tak terasa sampai ke puncak bukit … Masya Allah indahnya.
Dari ketinggian, kami bisa menikmati pesona pantai diiringi hembusan angin laut yang menggerak-gerakkan bendera merah putih yang tertancap tegak di atasnya. Kami berteriak bergantian layaknya bocah yang bebas akan tekanan. Benar-benar momen refreshing yang menakjubkan.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, aku pun harus meninggalkan Drini. Saat matahari mulai naik, ombak pantai pun seolah mulai menunjukkan keangkuhannya. Anak-anak pun tak bebas lagi untuk mendekat.
“Besok-besok ke sini lagi ya, Bun.” Senyum puas Si Sulung merekah.
Hey, Drini! Sampaikan salamku pada Tuanmu Sang Maha Agung, You drive me mad (kau membuatku tergila-gila).
***
Jogja, 15 Oktober 2018
#TUGAS3KPK
#deskripsi_tempat
#deskripsi_tempat