Monday, March 23, 2020

Dendam Kesumat 
Oleh: Silvia Destriani


     “Paijo! Sini kau!” teriak si nyonya bergincu merah. Setiap matahari mulai naik, teriakan itu menjadi sarapan bagi seorang pemuda kurus berkulit sawo matang. Ia pun segera berlari ke arah si empunya suara.

     “Ya, Ndoro,” jawab Paijo dengan sedikit gugup dan wajah menunduk.

     “Hei, Paijo! Kau sudah bosan bekerja di sini? Masih saja kau ulangi kesalahanmu. Lihat itu!” Dengan tubuh gemetar, Paijo melempar pandangannya ke arah yang ditunjuk oleh si nyonya.

     Terlihat rimbunan mawar merah yang mulai layu dengan posisi tangkai-tangkainya yang lunglai seperti habis ditiup angin puting beliung.

     “Maaf, Ndoro. Kemarin sore Den Bagus minta saya membantunya mencuci mobil. Jadi saya lupa menyiram mawar,” ujar Paijo berkelit.

     “Dengar ya, Paijo! Besok pagi aku tidak mau melihat mawar-mawar kesayanganku layu lagi atau kau mau kupecat?” Suara si nyonya makin meninggi dengan wajah merah padam penuh emosi. Ini sudah kesekian kali nyonya besar menghardik Paijo karena kesalahan yang sama.

     Tak perlu menunggu matahari terbit esok pagi, Ndoro. Malam ini akan kubuat subur mawar-mawarmu.

***

     Paijo menguliti rambut bersasak itu dengan pisau dapur, mencucinya hingga bersih dari sisa-sisa daging dan darah sebelum memasukkannya ke dalam tas. Lalu dia menguburkan cincangan daging segar dari tubuh penuh lemak itu di bawah rimbunnya bunga mawar.

***

Jogja, 12 November 2018


Silvie's Notes . 2019 Copyright. All rights reserved || Kontak Kami : silvia.destriani@gmail.com.