Kejutan-Kejutan Kecil yang Sukses Bikin Meringis
Pesawat kami mendarat di Hamad International Airport dengan mulus setelah menempuh penerbangan lebih dari delapan jam lamanya.
Si Sulung duduk dekat jendela, melihat hamparan gurun dan gedung-gedung yang tampak kecil dari atas. Jari jemarinya sibuk mengabadikan pemandangan. Sedangkan Si Adik masih asyik menonton film di layar In-Flight Entertainment dengan headset yang masih terpasang di telinga. Ayahnya? Ya, tentu saja masih dalam posisi enak dengan mata terpejam.
Begitu keluar dari pesawat dan masuk ke area dalam bandara, rasanya seperti masuk hotel bintang lima. Suasananya elegan, lantainya mengilap, dan udaranya dingin menggigit. AC-nya benar-benar totalitas.
Lalu, datang kejutan pertama, kami harus naik kereta dalam bandara untuk sampai ke area pengambilan bagasi.
Menakjubkan! Keretanya otomatis, tanpa masinis, tanpa suara berisik, semuanya serba rapi dan futuristik. Kami naik kereta itu sambil nyengir kecil karena merasa takjub. Benar-benar norak kayak turis udik. Tapi siapa peduli—ini pengalaman pertama dan rasanya seperti naik MRT versi bandara elit.
Begitu sampai di area pengambilan bagasi, semuanya berjalan lancar. Tapi semua kenangan indah itu langsung menguap begitu kami keluar dari pintu bandara.
Panasnya... Astaghfirullah.
Angin panas langsung menerpa wajah seperti disemprot hair dryer ukuran jumbo. Sukses membuat kacamataku mengembun. Rasanya bukan cuma panas, tapi kering, menyengat, dan bikin mata langsung menyipit. Kami semua refleks berjalan ke arah mobil jemputan seperti anak-anak ayam berlari kepanasan di atas aspal yang diterpa matahari.
Tiba di parkiran, mobil-mobil mewah berseliweran. Bentley, Porsche, Lexus, Tesla, bahkan Rolls Royce, kayak parade sultan. Tapi bukan buat gaya-gayaan, memang begitulah Qatar. Biasa saja bagi mereka, luar biasa bagi kami.
Setelah perjalanan sekitar satu jam, sampailah kami di rumah. Semua AC kami hidupkan. Lalu saya bergerak ke kamar mandi ingin cuci muka dan mengambil air wudhu untuk sholat Ashar. Namun, begitu masuk kamar mandi dan putar keran, kejutan berikutnya pun datang.
Airnya panas!
Serius, bukan hangat, tapi panas seperti air termos yang baru dimasak. Saya refleks teriak kecil sambil mengucap istigfar.
Ternyata saking panasnya suhu luar, air dalam pipa jadi panas alami. Mulai pukul sembilan pagi hingga sore hari yang keluar dari keran bukan air segar, tapi serupa kuah sop yang baru dipanaskan di atas kompor.
Hari pertama pun ditutup dengan kalimat, “Welcome to Qatar.” Dimana di balik semua kejutan itu ada rasa penasaran dan semangat yang muncul untuk hidup di tempat baru.
Ini bukan liburan. Ini adalah permulaan dari kehidupan yang akan kami hadapi dan jalani setahun, dua tahun, tiga tahun, entah berapa tahun ke depan.
Qatar, 2 Agustus 2025