Tuesday, April 23, 2019

Akal Bulus
Oleh: Silvia Destriani



Di antara hiruk pikuk suasana pasar, sepasang mata belok Bude Jum tiba-tiba memicing. Prapti, tetangga barunya yang tinggal di kontrakan berjarak dua rumah darinya, terlihat sedang berada di kerumunan ibu-ibu di sebuah kios daging. 
Bude Jum gemas, sudah tiga bulan keluarga Prapti mangkir bayar utang.

Lah, kemaren bojone bilang sakit enggak bisa bangun … sekarang dia malah beli daging. Ngapusi! Dengan amarah yang seolah meluap, Bude Jum mengangkat tinggi-tinggi kainnya, melangkah cepat ke arah Prapti. Lemak-lemak di tubuhnya yang bergelambir bergerak bebas ke sana kemari, menciptakan pemandangan yang sangat tidak sedap dilihat.

“Hayooo! Sampeyan ketangkap basah sekarang! Mau ngabur ke mana lagi hah? Mau alasan apa lagi?” Perempuan yang diajak bicara oleh Bude Jum tampak terkejut.

“Kenapa? Kaget? Enggak nyangka ketemu aku di sini? Hmm … jangan berani-berani ngapusi Bude Jum yo! Ayo, bayar utangmu!” damprat Bude Jum sambil menarik lengan baju Prapti.

Sementara orang-orang yang lewat mengerumuni mereka, bahkan ada yang ber-selfie ria dengan latar Bude Jum yang sedang memarahi Prapti. Ada juga yang mengambil video, mungkin sebentar lagi Bude Jum dan Prapti bakal viral sejagat maya.

Bude Jum semakin geregetan, ketika Prapti malah berlagak amnesia, pura-pura lupa sama utangnya. Namun, tiba-tiba ia jadi mengkeret dan galau saat Prapti berkata,

“Maksud Ibu apa? Kita enggak pernah kenal. Ooh … yang ibu maksud mungkin kembaran saya, namanya Prapti. Kalau saya Prasti, Bu.” Perempuan yang mengaku sebagai Prasti, kembaran Prapti pun tersenyum.

“Lah, kok aku enggak tau yo kalau Prapti punya kembaran. Maaf, tadi saya emosi. Soalnya kembaranmu, Prapti itu, sudah ngutang tapi belum bayar.” Bude Jum mencoba tersenyum, tapi sepertinya urat mukanya sudah terlanjur kaku karena marah, hingga terlihat seperti orang yang lagi ngeden.

Bude Jum celingak celinguk karena sudah terlanjur malu telah membuat keributan di tengah pasar. Dia pun segera angkat kaki sambil menutupi wajahnya dengan dompet Gucci KW kesayangannya hasil beli sama tukang kredit keliling. Maksudnya biar kayak artis VA yang keciduk jadi saksi prostitusi online kali ditutupi begitu.

Prasti yang tadi ngaku-ngaku kembarannya Prapti malah nyengir-nyengir sendiri, kayak orang stress. Akal bulusnya mengelabui Bude Jum lagi-lagi berhasil. Ia pun terbebas dari tagihan utang.

Bude Jum, Bude Jum, belut sawah kok dilawan. Liciiin kali.  Prapti dengan wajah sumringah melenggang pulang membawa belanjaannya. Hari ini ia akan masak sop daging kesukaan suami dan anaknya.

***
Sesampainya di rumah, Bude Jum bercerita tentang kejadian yang dialaminya di pasar pada Pakde Warso—suaminya.

“Wis toh, Bu, Bu … Jangan suka bikin malu orang lain, malah jadi malu sendiri kan!” Pakde Warso memang ngademin, berbanding terbalik dengan istrinya yang gampang tersulut emosi.

“Tapi, Pak … utang itu yo harus ditagih toh. Kita malah yang berdosa kalau sampai enggak nagih utang!” Bude Jum bersungut-sungut, bibirnya maju dua senti seperti ikan lele yang kehabisan napas karena musim kemarau.

***
Seperti biasanya pagi-pagi Bude Jum menyapu halaman, daun-daun jambu batu di depan rumah berserakan, memanggil-manggil untuk dikumpulkan.

Saat tak sengaja menoleh ke arah rumah Prapti, Bude Jum melihat perempuan itu sedang menyapu teras rumahnya. Itu Prapti atau kembarannya ya? Bude Jum penasaran. Jangan-jangan aku dibohonginya.

Tak lama, Teguh—anak semata wayang Prapti, melintas di depan Bude Jum. Bocah itu berjalan santai sambil mengibas-ngibaskan selembar uang dua ribuan menuju warung depan.

“Eh, Le, mau ke mana?” tanya Bude Jum basa-basi.

“Jajan, Bude.”

“Le, ibumu masih sakit? Itu yang nyapu di depan rumahmu tadi bulikmu yo?” tanya Bude Jum lagi.

“Itu kan Ibu, Bude … eh,” ucap Teguh polos sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, sepertinya bocah itu keceplosan. Barangkali uang dua ribu yang dipegangnya adalah imbalan tutup mulut dari ibunya.

Seketika Bude Jum membelalak, dadanya naik turun menahan marah.
Awas kamu, Prapti …!

***
Semalaman Bude Jum tidak bisa tidur. Ia ingin segera membongkar kebohongan Prapti dan suaminya. Paginya, Bude Jum sudah berdiri di teras rumah Prapti yang pintunya masih tertutup rapat.

“Assalamu'alaikum … Prapti, Praptiii!” Bude Jum berjalan bolak balik seperti setrikaan, geregetan.

Tak sabaran, diketuk-ketuknya pintu kontrakan Prapti. Hingga akhirnya ada suara berderit tanda pintu dibuka. Teguh keluar.

“Bapak Ibu ke mana, Le?” tanya Bude Jum dengan senyum dibuat-buat.

“Ibu sama Bapak pulang kampung, Bude,” jawab Teguh sambil melirik ke dalam rumah.

“Oh, pulang kampung toh. Berapa hari, Le?” tanya Bude Jum mencoba bersabar.

“Eh, enggak tau, Bude. Coba Teguh tanyain dulu ya ke dalam.” Jawaban polos bocah enam tahun itu membuat Bude Jum mulai bertanduk. Ia ikuti Teguh masuk menuju dapur.

“Pak, Bu, kata Bude Jum pulang kampungnya berapa hari?” Teguh bertanya pada kedua orang tuanya yang sedang berjongkok di bawah meja makan, bersembunyi.


Slemburg, 9 April 2019



Catatan:
Ngapusi: berbohong

Silvie's Notes . 2019 Copyright. All rights reserved || Kontak Kami : silvia.destriani@gmail.com.