Qatar: Negara Kecil yang Mengubah Cara Pandangku Tentang Hidup
π️ Qatar, 1 Agustus 2025
✍️ #Catatan_dari_Qatar
---
Ketika kami memutuskan untuk pindah ke Qatar, banyak yang bertanya, “Emang di sana ada apa?”
Jawaban pendeknya: ada segalanya—kecuali salju dan alasan untuk tidak bersyukur.
Qatar adalah negara kecil di ujung Teluk Persia. Hampir seluruh wilayahnya dikelilingi laut, dan hanya berbatasan darat dengan Arab Saudi di bagian selatan. Kalau dilihat di peta, bentuknya seperti jari mungil yang menjulur ke laut. Tapi jangan tertipu—Qatar bukan sembarang “negara kecil”. Ia seperti mutiara yang tersembunyi di antara padang pasir dan ombak panas.
Luas wilayahnya kira-kira sebanding dengan Provinsi Banten di Indonesia. Tapi soal kekayaan? Jauh melampaui bayangan. Berkat cadangan gas alam dan minyak bumi yang melimpah, negara ini menjelma menjadi salah satu yang terkaya di dunia. Pendapatan per kapitanya bisa bikin kamu cek ulang kalkulator.
Yang paling menarik: tidak ada pajak penghasilan pribadi.
Artinya? Gaji datang utuh, tanpa potongan. Rasanya seperti diberi kesempatan hidup kedua—peluang untuk menabung lebih banyak, memperbaiki kondisi finansial, dan pelan-pelan membangun kehidupan yang lebih baik.
---
Lebih dari Sekadar Angka dan Uang
Tapi Qatar bukan cuma soal uang. Yang kami rasakan sejak hari pertama tinggal di sini adalah rasa aman dan tenang.
Hukum ditegakkan dengan serius. Suasana publik terasa tertib dan bersih. Di pusat perbelanjaan, yang terdengar bukan musik keras, tapi lantunan murotal yang menyejukkan hati.
Transportasi modern, layanan kesehatan berkualitas, dan pendidikan bertaraf internasional tersedia. Semua serba efisien. Rasanya seperti dunia berjalan dengan versi upgrade.
Sebagai keluarga yang tinggal di negara mayoritas Muslim, kami merasa dihormati. Nilai-nilai keagamaan dipegang erat, tapi dalam suasana yang tetap terbuka. Wanitanya sopan, kotanya rapi, dan masyarakatnya terdiri dari ekspatriat dari seluruh dunia. Sebuah mozaik kehidupan yang menarik.
---
Tapi, Tidak Semua yang Mengilap Itu Emas
Tentu saja hidup di Qatar tak selalu mulus. Musim panas bisa ekstrem—temperatur menyentuh 45–50°C. Kadang kami merasa seperti daging rendang yang belum diangkat-angkat dari wajan. Tapi di situlah petualangan dimulai: belajar beradaptasi, mencari cara bertahan, dan menemukan nikmat di tengah ketidaknyamanan.
Kami tidak sedang berlibur. Kami membangun ulang hidup.
Meninggalkan zona nyaman bukan perkara mudah. Tapi Qatar menunjukkan bahwa tempat asing pun bisa terasa seperti rumah, jika kita cukup terbuka untuk belajar dan bertumbuh.
---
Apa yang saya tulis di sini hanyalah sebagian kecil dari banyak cerita tentang hidup sebagai perantau di Qatar.
Tapi dari semua hal yang kami alami, satu hal paling terasa: Qatar mengubah cara kami memandang hidup—lebih pelan, lebih bersyukur, lebih sadar arah.
Adakah yang ingin ikut merasakan petualangan ini?
---
π§³ Hidup di negara orang bukan soal bertahan, tapi tentang menemukan kembali siapa kita, di tengah hal-hal yang baru dan tak terduga.
— Seorang perantau di Al Thakhira
1 komentar:
Pingin merantau tapi sekedar angan-angan saja. Tak ada keberanian.
REPLY